Sabtu, 15 Desember 2018
Asap
Apa yang lebih gigil dari sepi ?
Ketika pupusmu lebih kelabu dari mimpi
Setipis kabut pagi yang turun tanpa tapi
Tapi,
Gigil ialah membuat orang bersahabat dengan api
Pupus ialah untuk diwarna sekali lagi
Kabut pagi yang turun itu, pasti akan ada waktunya untuk terangkat kembali
Lalu bertahan dan mencoba sekali lagi akan dipilih
daripada mengakhiri diri sendiri
Sebab
Setiap asap dari apa-apa yang terbakar,
akan selalu menemukan jalannya menuju langit.
[Asap]
#penaputih
15-12-2018
Minggu, 02 Desember 2018
Dua Puisi Antara Kita
Mengapa
'Aku
suka paving block ini', ucapmu
'Mengapa
?', tanyaku
'Batu-batunya
tersusun membentuk setapak yang membawaku padamu'.
'Mengapa
aku ?
Aku
adalah kacau. Poranda yang tak tau caranya berbenah'.
'Aku
tau.
Kau
kacau yang ingin sembuh. Poranda yang tengah mencari cara berbenah. Puncak
malam yang sedang menuju subuhnya'.
'Tapi,
mengapa ?',
'Karna
kau selalu bertanya mengapa, hingga suatu saat nanti kau membuatku tak bisa
lagi menjawab: saat kau bertanya padaku mengapa aku mencintaimu'.
---.
Matahari Terbit
'Kau
tau pemandangan apa yang paling indah di dunia ini ?'
'Apa
?'
'Matahari
terbit'.
'Dan
sekarang aku yang bertanya, mengapa ?'
'Tak
ada yang lebih indah selain cahaya. Saat ia meretas, ketika itu pula kegelapan
runtuh. Kehidupan baru dimulai. Kasih Tuhan yang nyata untuk semesta. Tuhan
maha indah'.
Kau
tersenyum. Kita terdiam. Barangkali sibuk dengan isi hati masing-masing.
Lalu
kau berkata memecah hening :
'Kini,
dapat kulihat matahari terbit di matamu'.
'Ya.
Karna kau lah matahariku, dan kau ada di depan mataku'.
Tuhan,
terimakasih atas setitik cahaya yang kau berikan dalam wujudnya.
Ia
yang mencintai-Mu,
ia
yang aku cintai agar membawaku semakin cinta pada-Mu.
Jaga
kami dalam naungan cinta-Mu ya Rabb.
Minggu, 11 November 2018
PIRING DAN GELAS-GELAS KOTOR
[PIRING DAN GELAS-GELAS KOTOR]
Mereka terbengkalai di tempat cucian
Ditinggalkan setelah gelaran pesta besar itu
Diselimuti minyak lengket dan sisa gula membusuk yang mulai didatangi semut
Barangkali kita seperti piring dan gelas-gelas kotor itu
Belepotan dosa setelah pesta di panggung fana itu
Kita terima semua nikmat yang maksiat di pesta itu
Di panggung megah yang sendirinya telah melupakan fana di hadapan gemerlap
Kita inilah piring dan gelas-gelas kotor
Mencari kesadaran
Untuk rela membersihkan diri
Sebelum menjadi kerak
Retak
Melekat
Menebal
Sebelum kian perih tuk dibersihkan.
5-11-2018
Kamis, 01 November 2018
Pasir, Debu, dan Ia yang dalam Perjalanannya Menjadi Debu
[Pasir, Debu, dan Ia yang dalam Perjalanannya Menjadi Debu]
Pasir dan debu berpadu
Menghampar luas dalam sunyi semesta
Kerap kali dikunjungi anak manusia
yang jenuh dengan bising dan merindukan sunyi
Sunyi ini menyejukkan
Hanya kita, bersama dalam licin pasir
Menapaki sajak-sajak pasir yang tergilas roda
yang bisu menyaksikan setiap kisah
Kita adalah kenangan
Dalam dua dimensi yang mengabadikan rasa
Pada butir pasir itu bersemayam semua kerinduan pada yang pernah
dan kepada langit aku senantiasa berterus terang
Perjalanan kita di padang berpasir itu telah lama usai
Namun rindu tak akan berhenti bernyanyi
Kita adalah debu-debu yang bernyawa
Karenanya, tetaplah menjadi baik kawan
Tanda syukur atas nyawa yang telah dianugerahkan
Semoga kita kan bersua kembali
Semoga persahabatan kita kekal, sampai kita tuntas jadi debu.
#penaputih
1-11-2018
Sabtu, 20 Oktober 2018
Realita
senja telah
sempurna membuat gelap meretas
Lenyap
cahaya di pucuk-pucuk daun pohon yang meranggas
Tentang kau
dan aku yang tak jua tuntas
Dua kepala
yang berselisih dan terjebak pada bias
Satu
peristiwa lain pemaknaan
Angin telah
merubah arah
Yang hampir
bergandeng mendadak tak searah
memungut
lagi detik-detik yang meranggas sendirian
Angin
membentur ranting
Dan daun pun
gugur
Merontokkan
segala rasa, harap, beserta sepaket cemas yang menduga-duga
Akankah
sanggup tabah mematikan sesuatu yang pernah ada ?
Rabu, 17 Oktober 2018
Romance de Amor
Dalam alun Romance de Amor
Aku melarut
Menguraikan kalut
yang diam-diam membalut
Hidup dan segala hiruk yang semakin marak,
melahirkan kalut yang kadang tak perlu.
Romance de Amor,
Jadi pengingat bahwa keindahan masih ada meski tanpa wujud
pun ketenangan jiwa masih amat dapat diusahakan.
Masa bodo dengan semua yang terlepas
Masa bodo dengan yang sudah terjadi, pun yang belum sempat terjadi
bahkan yang tak akan pernah terjadi sama sekali
Sebab kata orang bijak itu, takdir ialah tak mengenal andai.
Sekarang,
Penaku macet, aksaraku seret
Kalimatku ruwet
Tangispun sudah lama mampet
Ketika kata sudah berhenti mengalir
dan semua telinga sudah tertutup, maka :
Romance de amor,
jadi mirasku malam ini.
-Romance de Amor
17-10-2018
Sabtu, 29 September 2018
Antologi Puisi
Hingga tersadarku
Bahwa kaulah lembar-lembar puisi
Yang tak pernah habis kubacai itu
Puisi apalagi hari ini?
Menebak makna, menyulam kehidupan
Dengan benang-benang kebijaksanaan
Yang kutenun dari bait puisimu yang niraksara
Jika kau adalah puisi,
Bolehkah aku menjadi kertas-kertas tempatmu dituliskan?
Bolehkah aku menjadi kertas-kertas yang menghimpunmu selamanya?
Menjadi pendengar pertama, dan melekat erat abadi dengan aksara?
Kau adalah puisi-puisi itu
Dan aku akan menjadi buku antologi tentangmu
Biarkan Sang Penulis yang mengaksarakan kita
Masih kubacai dirimu
Dengan kertas-kertas yang diam-diam terselip
Di sini,
Di lipatan jaket merahku.
[Antologi Puisi]
26-09-2018
Kamis, 13 September 2018
Fana
Dalam fana kita bernapas
Menghirup detik dan mengembuskannya sebagai kenangan
Ratusan senja telah kita lewatkan, dan nyatanya
tiap temu memiliki masing-masing selamat tinggalnya
Sebab kita adalah fana yang berbatas waktu
Memungut kenang untuk disimpan di dalam kening
Sebagai cinderamata pernah mampir di hidup masing-masing
Sebab kita adalah fana yang berbatas waktu
Dan di ujung waktu ini
Mari berlatih di hadapan senja
Untuk mengeja ‘Selamat Tinggal’ yang diajarkannya
Sebelum semuanya mendadak indah dan terlalu sukar diucapkan
Sebelum cinderamata-cinderamata itu memberati langkah
Mari mengeja saja bersama senja
#penaputih
Minggu, 19 Agustus 2018
Dialog Merekah
Waktu mengiringi kita
Mengubah benih menjadi tanaman sempurna
Yang sedari tunas kita bersama
Menertawai belalang yang salah tangkap mangsa
Kita pun meninggi bersama
Kuncup akhirnya merekah
Masih kita mentertawai belalang tua
Si pemetik pun tiba
'Sudah saatnya kau berpindah tanah
Mari hiasi berandaku saja'
Ucapnya
Sebentar lagi dia memetik satu diantara kita
Dan kita tidak bisa lagi mentertawai belalang tua
Dengan cara yang sama
Tertawa kita tak akan genap sama
Kita sudah bukan tunas lagi rupanya
Sudah saatnya jadi hiasan di beranda
Kini tinggal tunggu saja
Waktu kan membawakan apa
untuk kami yang tersisa
Si pemetik juga kah
Atau justru
senyap layu
Luruh.
-Dialog Merekah-
Turut berbahagia kawan.
#penaputih
(19-08-2018)
Kamis, 16 Agustus 2018
Edelweis
Edelweis
Perdu sederhana yang berbunga kecil
Namun tak ragu menjadi dirinya sendiri
Sesederhana Edelweis,
menerima keterbatasan dan berbunga bersamanya
Kepada takdir yang meletakkannya pada terjal
Ia tak pernah menggugat
Tumbuh dengan bersyukur, lalu mekar
Mengubah pasir dan terjal menjadi hamparan yang indah
Menjadi teduh bagi setiap pendaki yang lelah
Sederhana
Tanpa warna, tanpa kilau mahkota
Namun begitu memberi makna
Cukup sesederhana Edelweis.
-Filosofi Edelweis-
#penaputih
(16-08-2018)
Teater Pagi
Pagi dan harap-harap tak terkendali
Mendaki untuk menjadi saksi
Teater alam yang bertajuk 'Matari yang datang lagi'
Kaku dan hampir beku
Menggetarkan sukma yang membiru
Yang dingin di sini tanpamu
Matari punya banyak penggemar rupanya
Berjajar menantikan teater alam
Di tengah senandung dinihari yang nircahaya
Lalu matari mulai mengintip dari tirai awan
Dan sorak gempita diam-diam bergema di masing-masing hati penonton
Teater akan sebentar lagi dimulai
Dalam sunyi kuamati
Matari sudah datang lagi
Kini,
Sudah kubiarkan apa-apa yang sudah pergi dan tak mau di sini
'Yuk kita berfoto saja, matari'.
-Teater Pagi-
#Penaputih
photo by friend, Bromo 16/08/18
Kepada Langit
Langit,
Sanggupkah hati menjadi lapang
Selapang dirimu
Yang menerima dan menampung
bening embun maupun asap kelabu
Langit,
Sanggupkah hati menjadi putih
Seputih dirimu
Yang jernih
Tak tercemari kerak jelaga pengotor nurani
Langit,
Sanggupkah hati menjadi lembut
Selembut dirimu dan awan-awanmu
Yang tak membalas dengan badai
Saat cerobong itu menumpahkan asap kepadamu
Langit,
Sanggupkah hati menjadi tabah
Setabah dirimu
Yang rela berjarak dengan bumi tersayang
Demi ruang kehidupan diantaramu
Maka ajarilah kami wahai langit,
agar mempunyai hati yang sepertimu
Ajarilah wahai langit,
Sebelum kelak mata ini tak lagi melihatmu
Sebelum waktu membuyarkan nafas ini
Dan sebelum kami jatuh ke pelukan bumi
pelukan yang dalam dan teramat mesra
Akrab di dalam nafas keabadian.
-Kepada Langit-
#Penaputih
Photo by friend, Bromo 16/08/18
Matari Pagi Hari
Seperti matari yang tak pernah ingkar janji
Tak pernah lupa terbit meski tenggelam berkali-kali
Menyinari tanpa menuntut kembali
Matari baru saja terbit
Dan kau menyaksikan gelap yang mulai terusik
Lalu apa-apa yang kaku menuju beku,
Kini tersinari dan seutuhnya luluh
Akankah juga dengan kristal-kristal hati manusia yang membeku ?
Yang tak jua menjadi baik meski berkali-kali mendengar tentang perbuatan baik
Mari kita pungut saja kebaikan kecil yang dibawakan matari mungil diujung malam tadi
Tentang janji, terbit, dan tak menuntut kembali.
Entah apa lagi yang dibawakan matari esok hari
'Oh matari pagi, bersamaan dengan luluhnya kristal embun di ilalang kedinginan itu,
luluhkan pula kristal-kristal di hati ini.
Karna aku serupa ilalang kedinginan itu
yang hampir beku
mencari-Mu
di ujung malamku'.
-Matari Pagi Hari-
#Penaputih
photo by friend, bromo 16/08/18
Langganan:
Postingan (Atom)