Minggu, 02 Mei 2021

 

Konspirasi Alam Semesta dalam Aksara

Saat kau menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya”. Begitulah sebuah kutipan yang membuat buku ini banyak dikenal selama ini. Sebuah kalimat sederhana yang bahkan terdengar klise di telinga ketika pertama kali membacanya. Aku tidak percaya. Bagaimana bisa di kehidupan yang pahit kala itu, dimana keinginan tak pernah berbanding lurus dengan kenyataan, bisa-bisanya ada sebuah kutipan yang membicarakan tentang keinginan dan alam semesta yang bersatu untuk membantu meraihnya. Semesta yang manakah itu ? mana semestaku yang seperti itu ? dimana mereka yang katanya bersatu untuk membantuku ?

Tak ada. Padahal inginku hanya sederhana, meraih cita-cita dan membanggakan orang-orang yang kusayangi. Namun rasanya orang-orang yang kusayangi itu tak peduli denganku dan perjuanganku saat itu. Mereka sibuk sendiri dengan pertengkaran yang menjadikan rumah kami begitu dingin. Aku ingin rumah itu kembali menjadi hangat, tanpa serapah dan tanpa makian yang sudah sejak lama kuinginkan namun tak jua terjadi. Dan aku, yang saat itu masih harus berjuang mati-matian untuk menyelesaikan studi, tak tahu harus dengan cara apa lagi melanjutkan hidup. Habis semua hal-hal baik dan optimisme cita-cita dalam diriku saat itu, tenggelam dalam serapah dalam suatu tempat yang kusebut rumah, terlebih serapah itu terjadi diantara mereka yang paling kusayangi di dunia ini. Aku tak ingin melanjutkan hidup, pun tak ingin membunuh diri sendiri sebab aku percaya bahwa neraka itu ada. Aku hidup namun tak lagi bernyawa.

Saat kau menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya”. Kutipan macam apa itu. Alam semesta yang mana yang seperti itu ? Benakku tak pernah berhenti bertanya yang pada akhirnya hal ini pula lah yang membuatku tergerak untuk membaca buku ini. Bicara soal omong kosong apa buku ini, pikir benakku kala mulai membaca. Memang buku ini bukan karya yang baru, tapi aku baru mengetahui tentang buku ini dan kutipan itu tiga tahun yang lalu, ketika benar-benar sedang berada di titik nol kehidupanku, tepat tigapuluh tahun setelah buku itu pertama kali diterbitkan.

Lembar demi lembar kubaca. Lambat laun, semua mulai terbuka, makna tersingkap. Luruh prasangka.

Kita takut kehilangan apa yang kita miliki, entah itu hidup kita ataupun barang-barang dan tanah kita. Tapi ketakutan ini lenyap saat kita memahami bahwa kisah hidup kita, dan sejarah dunia ini ditulis oleh Tangan yang sama.

"Yang masih perlu kau ketahui adalah: sebelum sebuah mimpi terwujud, Jiwa Buana menguji semua yang telah dipelajari di sepanjang perjalanan. Ia melakukan hal ini bukan karena ia jahat, tapi supaya kita mampu --sebagai tambahan untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita—menguasai pelajaran-pelajaran yang kita tekuni saat kita bergerak menuju mimpi itu. Itulah titik saat kebanyakan orang menyerah. Itulah titik  saat, seperti yang kami ucapkan dalam bahasa gurun, orang mati kehausan ketika pohon-pohon palem sudah terlihat di cakrawala.

Menyerah. Apakah aku ini sedang dalam prosesnya untuk menyerah ? Apakah iya aku sedang seperti itu ? Dan apakah aku akan benar-benar menyerah atas mimpi dan cita-citaku ? Dan aku sadar, hal ini bukan lagi tentang membuat bangga orang-orang yang kusayangi itu. Persetan dengan mereka dan segala pertengkarannya. Ini adalah tentang legenda pribadiku. Tepat seperti yang dicari-cari oleh Santiago, tokoh utama dalam buku ini. Iya, kini aku sadar. Ini bukanlah tentang orang lain, tapi tentang diriku sendiri dan kehidupanku selanjutnya. Jika aku menyerah sekarang, tak akan memperbaiki keadaan rumahku yang sudah terlanjur dingin, dan pastinya aku tak akan jadi apa-apa setelahnya. Hanya jadi pejuang yang kalah dalam meraih cita-citanya sendiri dan menjadikan pertengkaran diantara mereka itu sebagai alasan kegagalanku. Pengecut yang lemah bukan ? Aku harus bangkit sekali lagi, berjuang lagi dan fokus pada cita-cita. Abaikan dahulu segala tangis dan rasa sakit. Setidaknya, jika rumahku itu tak kunjung hangat, dengan perjuangan ini kelak aku akan menjadi seseorang yang mampu membangun rumahnya sendiri dan keluar dari lingkar yang menyakitkan itu. Kini perjuangan itu bukan lagi untuk siapa-siapa, tapi untuk diriku sendiri, legenda pribadiku, seperti yang disebut sang alkemis itu.  "Legenda Pribadi adalah apa yang selalu ingin kita tunaikan. Setiap orang, saat mereka belia, tahu apa Legenda Pribadi mereka”. Dengan segenap sisa kekuatan, kuputuskan untuk tetap melangkah meski hampir tak bisa.

Saat kau menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya”

Ya, semesta akan bersatu untuk meraihnya dengan terlebih dahulu membuat kita pantas untuk mendapatkannya, bahkan dengan banyak ujian sekalipun. Ia melakukan hal ini bukan karena ia jahat, tapi supaya kita mampu --sebagai tambahan untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita—menguasai pelajaran-pelajaran yang kita tekuni saat kita bergerak menuju mimpi itu. Tepat seperti yang tertulis dalam buku itu. Seperti yang dialami Santiago ketika harus melepas orang yang disayanginya dalam perjuangannya meraih mimpinya :

 "Itulah sebabnya aku ingin kamu terus menuju cita-citamu. Bila kamu harus menunggu sampai perang selesai, tunggulah. Tapi bila kamu harus pergi sebelumnya, teruskan pencarian mimpimu. Bukit-bukit pasir berubah oleh angin, tapi gurun tak pernah berubah. Begitulah yang akan terjadi dengan cinta kita.

"Maktub," kata gadis itu. "Bila aku sungguh-sungguh bagian dari mimpimu, kamu akan kembali suatu hari."

Maktub. Semua sudah dituliskan. Tinggal bagaimana kita tetap berjuang dan tak menyerah pada segala rintangan. Tinggalkan, jika memberatkan langkah menuju cita-cita. Jika memang semua itu bagian dari mimpi kita, kelak semua itu akan kembali dan baik-baik saja. Sang Alkemis. Benar-benar membantuku di titik terendah kehidupanku. Aku bersyukur menemukan buku ini di masa-masa kelam saat itu. Buku ini memberikan jalan dan seolah penerang, sebuah tanda semesta dan pertolongan Tuhan.

Saat kau menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya”

Pada akhirnya, kusadari makna kutipan itu, bahwa buku inilah semesta yang bersatu itu. Buku inilah bentuk konspirasi semesta yang sempat kupertanyakan dulu. Buku ini adalah manifestasi semesta yang bersatu untuk membantuku meraih mimpi, seperti kata Sang Alkemis pada Santiago. Dan kini, tiga tahu telah berlalu. Aku berhasil meraih cita-citaku, dan kau tahu, rumah yang dulu dingin, kini sudah hangat kembali. Aku bersyukur tak menyerah di saat itu. Terima kasih Sang Alkemis, terima kasih, Paulo Coelho, yang telah memberikan titik terang bagiku untuk tidak mati, namun beradaptasi. “Timah akan memainkan perannya sampai dunia tak memerlukan timah lagi, dan kemudian timah akan harus berubah menjadi emas”. Paulo Coelho. Semoga Tuhan melimpahkan berjuta rahmat kebaikan atas tanganmu, yang telah menuliskan karya untuk memapah orang-orang sepertiku, hingga tetap mampu berjalan di jalan sunyi kehidupan yang berbatu. Kini aku percaya, “Saat kau menginginkan sesuatu, segenap alam semesta bersatu untuk membantumu meraihnya”.

IF YOU WANT SOMETHING, ALL THE UNIVERSE CONSPIRES IN HELPING YOU TO ACHIEVE IT. - paulo coelho 1988, the Alchemist.

 

#bukugpu
#BersamaBeradaptasi
#GramediaPustakaUtama
#GPU47