Selasa, 19 Maret 2019

Warung Kecil di Depan Mall





Pagi dan mentari yang bersinar tak begitu cerah
Entah angin dingin darimana yang datang dengan marah
Langkah kaki membawa ke warung kecil bertirai merah

Duduk di sebuah bangku  kecil menghadap jalan besar
Di depan meja kecil bersama segelas kecil teh hangat yang terlalu panas
Ah kenapa semua terasa kecil di sini ?
Atau jalan dan mall itu yang terlalu besar ?

Aku tidak suka jalan besar ataupun mall besar
Untuk apa bangunan tinggi-besar yang membuat orang lain merasa kecil ?

Garis batas antara besar dan kecil semakin tampak rupanya
Dan orang semakin gemar menggambarkannya sekarang
Ah, mall besar itu dan bingar gemerlap di dalamnya
Warung kecil dan gema radio tuanya
Satu bumi, dua dunia

Ada jarak-jarak tak tampak
Yang menjauhkan umat manusia

Dan di warung kecil ini aku mendengarkan
Tidakkah mereka juga mendengar ?
Bisikan paling putih diantara derai angin
Serupa pesan Semesta kepada yang terkasih
“Cukup bangunan-bangunan itu saja yang meninggi,
Hatimu, jangan!”.


Minggu, 17 Maret 2019

Sebuah Hadiah Kecil di Hari Besarmu




Senyum merekah, bahagia membuncah
Senja di hari hujan yang gembira
Dan sampailah pada akhir cerita
Kaki melangkah, jarak berkuasa
Menyisakan jejak langkah

Dari berjuta manusia,
tak pernah kita tau pada orang asing mana akan berkawan karib
Maka tiap temu adalah seperti membuka buku
Membaca, memahami, lalu mengerti
Atau bahkan seperti mengerjakan ujian
Dan kehidupan punya cara tersendiri untuk menyelenggarakannya
‘Kerjakan dulu ujianmu,
kau dapatkan pelajaran setelahnya’

Adamu ialah pelajaran bagiku
Mungkin kau akan berlalu,
tapi pelajaran darimu, selamanya akan abadi bersamaku.

Seperti kata Sapardi :
‘Yang fana adalah waktu, kita abadi!’

(teruntuk yang tengah berbahagia :
Sebuah Hadiah Kecil di Hari Besarmu]
W119- 17-03-19

Kamis, 14 Maret 2019

Yang Terhalang



Hingga matanya tak lagi bisa menatap langit luas
Sebab terhalang oleh tumpukan bata yang ia susun dengan tangannya sendiri
Terpenjara diri diantara bangunan tinggi sepanjang langkah kaki
dan roda yang melaju terburu-buru entah mengejar apa
Semakin sibuk dan waktu semakin enggan diburu
Dunianya semakin hidup, hatinya semakin mati

Hingga matanya tak lagi bisa menatap langit luas
Sebab terhalang oleh tumpukan bata yang ia susun dengan tangannya sendiri

Dan perlahan, kepada Langit ia pun lupa
Doa-doanya kian hampa
Di tengah karunia-Nya yang tak pernah alpa

Hingga matanya tak lagi bisa menatap langit luas
Sebab terhalang oleh tumpukan bata yang ia susun dengan tangannya sendiri.

[Yang Terhalang]
#penaputih